January 23, 2024
Onlyfans Browser Try Hot OnlyFanLocator!
Yth Dr drg Ahmad Syaify. Saya pembaca setia MP dan terus mengikuti rubric konsultasi ini. Sangat bermanfaat untuk kami sebagai masyarakat awam. Begini dokter, kami punya masalah dengan anak saya (perempuan) yang baru berumur 5 tahun. Gigi-gigi sudah pada rusak, gigis, kadang mengeluh sakit, bahkan bengkak. Tapi kemps sendiri begitu. Masalah, anak saya berulang-kali gagal ke dokter gigi. Belum apa-apa sudah nangis dan berontak. Dia takut sekali ke dokter gigi. Gimana ya dok solusinya? Terima kasih.
Ny. Titien, Ngijon, Sleman
Jawaban : Kami sangat memaklumi masalah yang dihadapi Ny Titien terkait dengan putrinya yang masih balita. Apa yang anda alami juga pernah dialami oleh hampir sebagian besar kaum ibu terhadap putra-putrinya, terutama yang masih kecil dan tidak kooperatif pada dokter gigi. Ini juga merupakan persaoaln yang tidak mudah bagi seorang dokter gigi. Kadang atas desakan keluarganya, dokter gigi tergoda untuk memksa saja anak tersebut dirawat, dicabut atau ditambah. Misalnya, dengan dipegangi oleh orangtua atau perawat. Tetapi ini cara yang tidak baik dan tidak dianjurkan. Mengapa? Karena anak lantas menjadi trauma dan phobia ke dokter gigi. Dia akan memiliki persepsi yang buruk terhadap dokter gigi, bahkan semua dokter gigi dinilainya bertindak “kejam” seperti itu.
Sebaiknya memang dilakukakn pendekatan yang persuasif, anak diajak ngobrol santai tentang keluhannya, sambil bercanda juga boleh agar terbangun suasana yang kondusif. Suasana ruang praktek, penampilan dokter dan perawat, juga harus nyaman buat anak. Mungkin perlu disodorkan mainan yang lucu-lucu atau gambar dll. Seringkali kita sebagai dokter harus bersabar untuk menunda perawatan, katimbang harus memaksanya. Yang justru kurang sabar malah orangtuanya. Mungkin karena kasihan melihat penderitaan anak yang sakit setiap hari.
Hal lain yang perlu diperhatikan, jangan orang tua memberikan infromasi yang mengelabuhi si anak. Misalnya, mengatakan bahwa giginya tidak akan diapa-apakan, cuma dilihat saja, tidak sakit dsb. Yang demikian ini malah menyulitkan dokter gigi ketika ternyata nanti apa yang dismapikan ibu itu tidak sesuai dengan yang dialami oleh si anak. Dikatakan tidak sakit, ternyata sakit. Dikatakan tak diapa—apakan, ternyata di bur atau dicabut dsb. Anak merasa dibohongi dan tidak percaya lagi pada orangtua dan dokter gigi.
Berikutnya jangan orangtua memnetukan diagnose sendiri mengenai kondisi gigi anak. Ini seringkali terjadi, misalnya dikatakan “gigimu tidak dicabut kok, cuma dibersihkan saja biar hilang ulat giginya.. dsb” . Atau, “nggak apa-apa kok paling cuma ditutup, tidak pakai di bur”. Ternyata dokter harus melakukan pengeburan gigi. Ketidakcocokan antara yang dikatakan orangtua dengan kenyataan yang didapat dari tindakan dokter gigi, membuat anak skeptic bahkan distrush terhadap dokter gigi.
Yang lainnya, jangan jadikan dokter gigi sebagai momok. Misalnya, awas kalau tidak sikat ntar dibawa ke dokter biar dicabut dsb. Intinya, sabar saja Ny Titien dan jangan menyerah untuk terus membawa aanak ke dokter gigi. Insya allah suatu saat anak akan mau juga dilakukan tindakan.